sebagian besar sumber menyatakan kalo kisah lahirnya kaum punk diawali pada tahun 1971 ketika Lester Bangs, wartawan majalah semi-underground Amerika, Creem, menggunakan istilah punk untuk mendeskripsikan sebuah aliran musik rock yang semrawut, asal bunyi, namun bersemangat tinggi. Musik tersebut dibuat dan digemari oleh para narapidana Amerika yang terkenal brutal, sadis dan psikopat. Kata punk itu sendiri lazim digunakan oleh kaum narapidana Amerika untuk nyebut partner atau pasangan pasif dalam hubungan homoseksual. Idiihh…. Sejak saat itu, para napi disana seringkali menggunakan istilah punk dan punkers. So, buat kamu yang ngakunya punkers, segera sadar deh. Ga mau kan, kalo punya sebutan si Jablay yang doyannya “mangga” makan “mangga”. Ih amit-amit lho. And by the way, penggunaan kata punk sendiri hingga saat ini dipakai sebagai kata sifat untuk sesuatu hal yang dianggap buruk dan tak berguna alias sampah. Tuh kan.
Sobat, karena asal mulanya dari para narapidana, ga salah kalo sekarang kita lihat penampilan anak-anak yang ngakunya punk ikut awut-awutan. Kaum punk memang bukanlah tipikal anak muda masa kini yang doyan clubbing dan dugem. Jauh banget dengan karakter metroseksual. Meski demikian keduanya punya satu kesamaan, yaitu pola pikir dan sikap yang serba bebas. Sa-karepe dhewe. Bikin pusing tujuh puluh tiga keliling.
Nah, beda banget dari makna awal punk yang sejatinya adalah kaum homoseksual di penjara. Pengertian punk yang sejati sebenarnya udah mati sebatas di penjara doang. Ga laku kalo dibawa keluar penjara. Apalagi, masyarakat cenderung ga suka dan nolak keberadaan punk dan punkers. Ga bakal ada orang yang doyan hombreng. Kecuali dia hombreng juga. Hehehe. Problemnya, ga hanya masalah penampilan yang sering bikin orang lain gerah. Tapi komunitas punk juga menggunakan kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Malah, sampai saat ini punk tetep identik dengan brutalitas dan vandalisme. Sadar dong choi…
Akibat pengakuan masyarakat yang tak kunjung datang alias mereka ga dianggap di tengah masyarakat, kekecewaan berubah jadi bentuk protes. Padahal kalo kaum punk introspeksi, mereka sendiri kan ga ngakui tatanan masyarakat, gimana mau diakui oleh masyarakat? Ngimpi kali…. Nah, lambat laun, kaum punk mulai berganti haluan. Pemahaman aslinya pun hilang. Bentuk protes mereka dijadikan lirik-lirik lagu. Punk kemudian berkembang sebagai aliran musik, masih membawa ciri-ciri narapidana yang serba ga karuan. Lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu mereka berisi soal rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan akibat kompromi dengan hukum. Selain itu, mereka bersuara tentang rendahnya pendidikan, pengangguran, represi aparat dan kebencian pada penguasa. Makna yang udah bergeser jauh ini, udah jadi bukti kalo sebenarnya punk dan punkers itu sudah mati. Pengertian punk yang sejati sudah terkubur di penjara.
goreng ah.....
BalasHapus